Kamis, 19 Januari 2012

Lamin Tumenggung Merta di Tanjung Isuy Kutai Barat

lamin tumenggung merta
Lamin itu masih menyisakan masa lalunya, meskipun dalam kondisi kurang terawatt. Susunan kayu  membentuk bangunan rumah panjang yang berfungsi sebagai  rumah tinggal sekaligus balai pertemuan warga ketika itu, semakin  lapuk dan  rapuh. Lamin itu bernama Lamin Tumenggung Merta Di Tanjung Isuy Kutai Barat. Dibangun pada 1923, pada masanya, lamin ini begitu berguna sebagai rumah bermukim keturunan Tumenggung Merta, penguasa kawasan yang ditunjuk pemerintah Belanda. Pada saat yang lain lamin ini juga digunakan sebagai tempat berkumpul  masyarakat sekitar untuk bermusyawarah atau melaksanakan upacara ritual kepercayaan warga.
Pada  era selanjutnya, lamin ini menjadi bagian dari sejarah budaya daerah. Tidak sedikit wisatawan asing maupun domestik yang berkunjung ke lamin yang letaknya berada di tepi Danau Jempang  untuk menyaksikan atraksi dan peninggalan seni budaya atau melakukan berbagai penelitian sejarah.
Lamin ini sangat  menarik bagi wisatawan,  karena letaknya yang berada di darat dengan bangunan yang lebih tinggi sehingga pandangan mata pengunjung  dari lamin bisa langsung mengarah ke Danau Jempang, dimana terhampar keindahan di sana.
“Sekarang, semua itu sudah tinggal kenangan. Selain bangunan lamin yang mulai lapuk dan tidak terawat, di depan lamin ini sudah banyak berdiri bangunan rumah masyarakat yang menghalangi pandangan menuju danau. Memang sulit menarik wisatawan untuk datang ke sini,” kata Camat Tanjung Isuy,  Lisan, akhir pekan lalu.
Pelestarian budaya, mereka berharap dukungan pemerintah agar Lamin Tumenggung Merta bisa segera dibangun kembali seperti kondisi awal, sehingga wisatawan kembali termotivasi untuk berkunjung ke kawasan ini.
Berharap dukungan Pemkab Kutai Barat, menurut Lisan pastilah sangat berat. Sebab kabupaten ini juga sedang bertumbuh untuk membangun daerah. Anggaran pembangunan yang tidak cukup besar masih harus terbagi  untuk membangun infrastruktur dan lainnya.
Dana yang tidak besar itu juga masih harus digunakan untuk pembangunan masyarakat yang ada di pedesaan lainnya, sehingga usulan renovasi lamin tersebut menjadi sangat sulit diwujudkan.
“Kami berharap dukungan provinsi dan pusat agar lamin bersejarah ini bisa dibangun kembali. Kami sudah pernah mengajukan usulan untuk pembangunan dananya sekitar Rp1,8 miliar,” kata Lisan.
Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Industri dan UMKM HM Djailani saat melakukan peninjauan ke sejumlah kerajinan masyarakat di Tanjung Isuy mengatakan melihat potensi pengembangan pariwisata di kaltim Pihaknya siap membantu khususnya dalam pembinaan dan promosi kerajinan khas Tanjung Isuy, seperti ulap doyo dan kerajinan tangan lainnya.
“Jika lamin bersejarah ini bisa ditata kembali, kami siap bekerja sama dengan para pelaku usaha kecil di sini untuk melakukan pembinaan agar mereka bisa mengisi keperluan lamin untuk kepentingan dipajang atau dijual kepadawisatawan yang datang berkunjung,” kata Djailani.
Saat inipun kata Djailani, pihaknya telah melakukan pembinaan terhadap para perajin lokal di sekitar Tanjung Isuy. Pembinaan disertai promosi untuk mengikuti sejumlah pameran di berbagai daerah agar produk kerajinan Tanjung Isuy ini juga dikenal masyarakat Indonesia dan internasional.
 Umumnya saat ini mereka menampilkan produk kerajinannya di Lamin Jamrud, juga di Tanjung Isuy yang letaknya tidak jauh dari Lamin Tumenggung Merta. Hanya bedanya, lamin ini merupakan lamin milik perorangan dan bukan lamin resmi yang digunakan masyarakat pada eranya. Sekarang,  lamin inilah yang kerap menjadi daerah tujuan para wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara.
Selain dua lamin itu, di Tanjung Isuy juga  terdapat lamin-lamin lain yang kini juga mulai tidak terawat. Salah satunya adalah Lamin Mancong yang diresmikan Menteri Agama Munawir Sjadzali pada 1987 lalu. Sekarang, lamin ini pun terlihat sepi. (samsul arifin).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar